Kamis, 12 Maret 2015

KEAKTORAN DALAM TEATER (Stanislavsky)

Realisme, Keaktoran, dan Stanislavsky

Stanislavsky adalah seniman sejati. Dia meleburkan sekaligus menggeneralisir diri dengan utuh, hingga akhirnya dia menjelajahi sendiri kisi-kisi kehidupannya sampai ke tingkat paling mendetail. Penonton tak lagi membutuhkan penjelasan lanjutan atas apa yang dia tampilkan. Menurut pendapat saya, begitulah teater seharusnya. (Lenin,1918)

           Siang malam saya bergelut dengan kalimat di atas. Seminggu lamanya saya mencoba mencari tahu; arah mana yang dituju pola keaktoran Stanislavsky. Sesuatu yang ia perjuangkan seumur hidup. Sebelumnya, saya dan mungkin banyak pecinta teater, terjebak dalam pemahaman paling umum tentang Stanislavsky. Bahwa, patron-patron permainan yang dia tawarkan adalah produk klasik, meskipun kemudian dia pulalah yang diakui sebagai founding father keaktoran teater Realis (simbol kebangkitan era modern dalam dunia teater, pasca runtuhnya era barok dan romantisme). Dari beberapa essai yang pernah ditulis oleh para penerus Stnislavsky di Rusia, akhirnya saya bisa menarik beberapa kesimpulan baru.
Teori-teori Stanislavsky banyak lahir dari pertimbangan pilihan; “ teater realis” atau “teater dengan konvensi”, bermain “realistis” atau bermain “formalistis”. Hal ini mebentur pikirannya karena pada saat itu, pemerintahan Stalin menjadikan teater sebagai alat propaganda maksud-maksud positif dari ajaran sosialis. Dan Stanislavsky, karena kepakarannya, dipaksa untuk membuat format pusat yang kelak akan jadi acuan penyeragaman pola teater se-Soviet. Tak dapat disangkal, dengan sendirinya menjadilah tawaran realis itu sebagai konsep yang seolah-olah kaku. Bila kemudian Stanislavsky mencetuskan teori dari praktek-praktek teaternya, apalagi ketika dikaitkan dengan aliran realisme, maka itulah ‘hukum’ yang sebenarnya tidak diikhlaskannya.
Maksud saya, bagaimana seorang Stanislavsky akan menerjemahkan realisme ditengah tekanan struktur oleh penguasanya. Sebuah realisme yang beranjak dari pemberontakan terhadap patron aristokrat. Realisme yang hampir menyentuh kemerdekaan panggung dan kefulgaran esensi pemeranan itu. Ibaratnya, lepas dari mulut buaya masuk ke mulut singa.
Hingga 1917 Rusia dikuasai oleh pola otokratis yang menekan kehidupan petani dan buruh, Tzaris. Selama masa ini, Stanislavsky dan banyak seniman Soviet mendapat tekanan karena kesenian, utamanya teater dilarang untuk menyentuh wilayah politik dan kepentingan pengaruh massa yang diusungya. Akhirnya, para seniman ini melakukan gerakan bawah tanah. Stanislavksy sendiri melarang Meyerhold (salah satu aktor asuhannya) untuk mengangkat gerakan teater eksperimennya ke panggung publik. Meyerhold yang berdarah Jerman, memiliki kepribadian yang keras dan cenderung memberontak. Kearifan Stanilavsky-lah yang kemudian membuatnya tersadar akan konsekwensi berat di balik tindakan yang gegabah dalam memperjuangkan kesenian di Soviet.
Masa pasca perang sipil (1917–1921) adalah titik pergolakan terpenting dalam proses kreatif Stanislavsky. Bolsheviks merestrukturisasi seluruh komponen kemasyarakatan, berikut kesenian di dalamnya. Stanislavksy beroleh kesempatan yang luas. Dia mulai membuka-buka kembali pola-pola keaktoran realis dengan meningkatkan asumsinya atas pandangan kemanusiaan Vissarion Belinsky. Uniknya, di sini keaktoran justru lahir di atas penelaahan terhadap puisi. Seperti yang pernah dikatakan Benedetti, “Di dalam filosofi Belinsky, Stanislavksy menemukan kebijakan moral bagi prosesnya sendiri. Ide dan pertunjukannya, yang mengemban tanggung jawab sosial dan dipenuhi standar etika, cukup bertentangan dengan pandangan keluarga besarnya. Kemanusiaan dan kebebasan adalah landasan yang membuatnya berbeda.”
Antara 1921 hingga 1928 (di masa Lenin) Stanislavsky mendapat ruang yang lebih luas, sekaligus menjebak. Di tengah gebyar kebijakan semi-kapital bagi perekonomian, pihak ortodok secara berangsung-angsur justru berusaha menguasai beberapa lini kemasyarakatan, termasuk teater. Padahal Stanislavsky tengah mengusung teori-teorinya bersama Moscow Art Theater yang ia dirikan bersama Nemirovich. Di antara hal yang berusaha dibangun Stanislavksy dalam pola keaktorannya masa itu adalah persoalan intelegensi.
Selanjutnya, ketika Stalin berkuasa, Stanislavksy mendapat ujian paling berat. Stalin membutuhkan perangkat kekuasaan untuk menjalankan propagandanya. Perangkat yang dimaksud adalah hal-hal yang berpengaruh ditengah masyarakat. Tentu saja arahan pertama, terutama dialamatkan pada teater. Stanislavsky sukar untuk mengelak. Ia merasa punya tanggung jawab penuh untuk mempertahankan avant garde yang telah ia pertaruhkan selama ini.
Boleh dibayangkan bahwa para aktor teater pada masa itu, seperti yang dikehendaki Stalin, akan berubah menjadi juru kampanye. Pementasan adalah iklan layanan masyarakat berisi jargon-jargon imperium Moskow. Barangkali hal inilah yang menyebabkan semakin merosotnya kuantitas pementasan realis yang ditawarkan Stanislavsky. Dia justru tertarik dengan pola-pola simbolis (kembali seperti di masa 1905). Untuk sementara ada yang berpendapat, hal ini demi menyelamatkan karakter permainan aktor-aktornya yang cemerlang. Namun sebagian pihak mengatakan bahwa, Stanislavsky memang berencana untuk buru-buru menyelesaikan Realis dan menghukum temuan-temuannya sendiri. Stanislavsky meminta Meyerhold kembali pada bentuk-bentuk eksperimen, sehingga kelak pola keaktoran realisnya akan semakin berkembang.
Namun tidak bisa dipungkiri apa yang diproklamirkan oleh serikat penulis soviet , pada tahun 1934, sebagai “Social Realism”, sesungguhnya adalah pengakuan yang pahit terhadap pengaruh pemerintah pada gerakan kesenian. Bunyinya: Realisme sosialis, menjadi metode dasar bagi kesusastraan dan kritisisme, bersumber dari kesadaran dan kejujuran seorang seniman, secara historis menjadi representasi yang kongkrit dari realita dalam perkembangan revolusinya. Lebih lanjut lagi, kebenaran dan kompleksitas representasi artistik harus dikombinasikan dengan kehendak transformasi ideologis dan pendidikan bagi setiap orang yang bekerja dalam semangat sosialsme.
Realisme sosialis kukuh sebagai sistem inti hingga akhirnya muncul gerakan post-Stalinist pada tahun 1950. pada prakteknya, fakta ini juga menjadi landasan bagi terbangunnya tirani komunisme. Memberi pengaruh hingga ke tatanan politik. Ia juga menjadi candu yang senantiasa berbau kontemporer.
Sementara Stanislavsky berusaha tumbuh di bawah kompleksitas pengaruh seni dan budaya Rusia dari akhir abad 20. Dimana pengaruh ini juga menyusup ke dalam pola perbaikan selera teater dalam masyarakat. Pendidikan yang dibangunnya untuk para konsumen panggung. Secara tidak langsung beban ini diembankan pula kepada para aktor yang menjalani proses demi proses bersama sang sokoguru. Beberapa aktor, seperti Meyerhold, mencoba untuk mengembalikan spirit perubahan dan kebebasan di dalam realisme. Bahwa permainan adalah tindakan sadar tanpa intervensi yang akan menghambat pesan otonom di dalamnya. Tidak ada intimidasi terhadap keaktoran! Namun kemudian, Meyerhold malah dicap sebagai musuh masyarakat. Dia dieksekusi.
Apa yang dialami Meyerhold tersebut, menjadi pelajaran penting bagi aktor-aktor lain. Mereka kembali menunduk di bawah telapak kekuasaan Stalin. Namun untuk mengatasi kebekuan, Stanislavsky memberi peluang diskusi dan pencarian metode. Pada ruang-ruang tertentu malah terjadi komunikasi dua arah yang lebih lancar. Agaknya, inilah momen terpenting yang selalu ditunggu Stanislavsky. Ia sadar betul bahwa permainan terbaik seorang aktor akan ditampilkan oleh penjiwaan yang baik.
Konsep penjiwaan ini merupakan simpanan laten yang kemudian membuat Stanilavsky dibicarakan dramawan dunia. Paham materis
Beratnya pilihan Stanislavsky saat itu mengingatkan kita pada bagaimana susahnya Arifin C Noer ketika dipaksa untuk membuat film agitasi dan propaganda Orde Baru, G-30 S PKI. Ia mendapat tekanan yang serius dari luar dan dari dalam. Apalagi setelah pemikiran-pemikiran keaktorannya sempat menjadi isu penting dalam agenda kebudayaan, baik di media masa maupun ajang diskusi.
Sudah barang tentu, kondisi masyarakat menjadi bahan pelajaran penting bagi proses seorang aktor. Stanislavsky sebagai aktor sekaligus sosok guru yang memberi pengaruh kuat mencoba menempatkan dirinya pada posisi paling fleksibel. Namun tetap saja banyak tudingan yang diarahkan kepadanya. Masyarakat yang kritis melihat kendornya daya juang Stanislavsky dalam beberapa garapan. Dia perlahan-lahan terjebak dalam harapan-harapan yang semua muncul bagi lahirnya karakter teater Soviet. Stanislavsky terpaksa berjibaku melalui jawaban-jawaban panggungnya. Dan setiap pementasan memberinya pelajaran yang baru. Bahkan kemudian penelaahannya lebih terarah pada hal-hal berbau humanist. Bagaimana manusia bagi manusia. Kejujuran yang dibungkusnya dalam istilah ‘kewajaran panggung’ memberi sumbangsih bagi banyak metode yang berkembang pada masa itu. Bagaimanapun, sebagai orang Rusia ia memiliki nasionalisme yang tetap dipertahankannya. Ia berharap agar suatu saat bangsanya menjadi besar di percaturan pengaruh budaya dunia. Dan itu terbukti saat ini. Tadashi Suzuki, seorang dramawan Jepang mutakhir, mengibaratkan Stanislavsky sebagai kaisar yang meminjam baju rakyatnya. Dia menghindarkan dirinya dari bias hegemoni akibat kepeloporannya sendiri. Toh pada akhirnya, kita juga bisa mengamini kuatnya pengaruh keaktoran realis ala Stanislavsky di negara kita ini.
Tapi, sebelum terburu-buru menutup, secara objektif mungkin kita bisa belajar dari surat yang ditulis oleh Meyerhold kepada istrinya pada tahun 1901, selama keterlibatannya sebagai aktor dalam proses penggarapan Hedda Gabler, yang disutradarai langsung oleh Stanislavsky. Meyerhold menulis : apakah kami sebagai aktor harus pasrah untuk berakting? Pastinya kami harus berpikir dengan baik. Kami harus tahu kenapa kami bermain, apa yang kami mainkan, dan siapa yang kami serang dalam permainan kami. Dan untuk itu kami harus tahu sisi psikologis permainan kami secara signifikan. Untuk memastikan apakah karakter itu positif atau negatif. Untuk memahami masayarakat, atau bagian mana dari masyarakat yang ingin di lawan oleh penulis naskah kami

Musik Dalam Teater

Pengartian Musik Teater:
Musik yang mandukung pemantasan dalam pertunjukan teater baik yang bersifat intruman maupun lagu, yang menghidupkan suasana di beberapa adegan dan babak dalam suatu pertunjukan.
Musik teater terdiri dari :
  1. Musik pambuka
  2. Musik pengiring
  3. Musik susana
  4. Musik penutup
1. Pengertian musik pembuka
Merupakakn musik di awal pertunjukan teater.
Fungsinya:
Untuk merangsang imajinasi penonton dalam memberikan sedikit gambaran tentang pertunjukan teater yang akan di sajikan, atau bisa juga unruk pengkondisian penonton.
2. Pengertian musik pengiring
Merupakan musik yang digunakan unruk mengiringi pertunjukan di beberapa adegan pertunjukan teater atau perpindahan adegan/ seting
Fungsinya:
Untuk memberikan sentuhan indah dan manis agar ritme permainan seimbang dengan porsi permainan per adegan( tidak semua adengan di beri musik hanya poin-poin adengan tertentu yang dirasa perlu karena dapat merusak keseimbangan pertunjukan),seperti susana , lampu , seting , kostum, mimik expresi, properti.
3. Pengertian musik suasana:
Musik yang menghidupkan irama permainana serta suasana dalam pertunjukan teater baik senang maupun gembira, sedih, tragis.
Fungasinya:
Untuk memberikan ruh permainan yang menarik, indah, dan terlihat jelas antara klimaks dan anti klimaksnya.
4. pengartian musik penutup
Musik terakir dalam dalam pementasan teater
Fungsinya:
Untuk memeberikan kesan dan kesan dari pertunjukan teater yang disajikan baik yang bersifat baik , buruk, gembira, sedih, sebagai pelajaran dan cermin moral penikmat seni teater.
Sarat arranger musik / pemusik teater
  1. Minimal menguasai 1 atau 2 alat musik
  2. Memiliki wawasan luas mengenai musik
  3. Menguasai bebarapa aliran musik
  4. Rajin dan tekun mendengarkan refrensi musik
  5. Terus mencoba melakukan experimen musik baik dalam bentuk intrumen, lagu ataupun kolaborasi.
  6. Mengusai teknis dalam penggunaan alat musik yang berhubungan langsung dengan sound sistem.
Tahapan pemusik teater dalam proses teater
  1. Mempelajari naskah yang akan disajikan kemudian setelah mengetahui plot dan alur ceritanya kemudian membuat arasemen musik / lagu ( di usahakan tidak hanya satu karya,karna untuk cadangan)
  2. Konsultasi ./ komunikasi dengan sutradara jangan sampai terputus / intensitas dijaga dengan sutradara.
  3. Presentasi musik pembuka,pengiring, suasana, dan penutup dengan sutradara sesuai dengan keinginan sutradara.
  4. Inten mengikuti latihan dengan tujuan agar dapat meraba irama permainan yang akan menghasilkan nada dan ide di adengan tertentu dengan ritme permainan yang seimbang dan penekanan nada yang kuat sesuai porsi adegan.
  5. Komonikasi antar aktor/aktris dan semua yang terlibat didalam pementasan, supaya nada yang di tuangkan d permainan sesuai dengan rasa penokohan yang di lakoninya.
  6. Melakukan latih gabungan agar tercipta keseimbangan rasa antar semua crew baik tim seting ,tim lighting, aktor/aktris dan tim musik jadi kesatuan panggung.
Tata sound dalam pementasan teater
Penempatan tata sound dalam pertunjukkan teater sangat penting karena faktor pendukung yang memberikan efek bunyi dan suara. Pengaturan sound yang tepat an seimbang sesuai dengan besar kecilnya ruangan akan mempengaruhi kenayamanana audien untuk menikmati pertunjukan dan dukungan kualitas sound yang standart ( di atas rata-rata baik in-door maupun out-door)